Contoh soal Ilmu Sosiologi Agama
1. 1, Jelaskan bagaimana proses lahirnya ilmu sosiologi agama?
Sosiologi berasal dari
bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan.
Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang
berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798- 1857).
Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal
sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
2. Sedangkan
sosiologi agama mempelajari peran agama di dalam masyarakat; praktik, latar
sejarah, per - kembangan dan tema universal suatu agama di dalam masyarakat.
Ada penekanan tertentu di dalam peran agama di seluruh masyarakat dan sepanjang
sejarah. Sosiologi agama berbeda dari filsafat agama karena tidak menilai
kebenaran kepercayaan agama, meski proses membandingkan dogma yang saling
bertentangan membutuhkan apa yang disebut Peter L. Berger sebagai “ateisme
metodologis” yang melekat. Sementara sosiologi agama berbeda dengan teologi
dalam mengasumsikan ketidak-absahan supernatural, para teoris cenderung
mengakui reifikasi sosial budaya dalam praktik keagamaan.
2. 3. Mengapa ilmu
sosiologi agama disebut sebagai ilmu profan?
Jawaban : Sakral
dan Profan merupakan dua komponen yang erat hubungannya antar satu dengan yang
lain. Sakral dimaknai sebagai suatu objek yang dianggap suci oleh sebagian
orang, namun dilain sisi juga dianggap profan (biasa saja) bagi sebagian orang.
Sakral dan Profan hadir dalam bentuk yang bermacam-macam, bisa dari wujud suatu
benda, tempat, ritual/ upacara bahkan kebudayaan yang sudah menjadi kebiasaan
dan norma di suatu tempat atau suatu kelompok tertentu sosiologi agama adalah cabang dan juga bagian vertikal dari
sosiologi umum. Ia merupakan suatu ilmu yang menduduki tempay yang “profan”. Ia
bukan ilmu yang sacral: bukan seperti ilmu teologi, tetapi ilmu profane, yang
positif dan empiris yang dilakukan dan dibina oleh sarjan sosial,entah orangnya
suci atau tidak suci. Karena maksud ilmu tersebut bukan untuk membuktikan
kebenaran (objektivitas)
ajaran agama, melainkan untuk mencari keterangan teknis ilmiah mengenai hal
ihwal masyarakat agama. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapatlah
dikatakan bahwasosiologi agama mempunyai kedudukan yang sama tingginya dengan
rumpun ilmu sosial yang lain. Namun, bila dilihat sejarah kelahiran dan
berkembangnya sosiologi agama itu, maka ilmu ini lebih merupakan ilmu terpakai
dari pada ilmu teoritas murni.
3. 4, Emile Durkheim dan Max Weber disebut sebagai bapak
sosiologi agama. Tunjukkan dan uraikan studi yang dilakukan masing-masing yang
berkaitan dengan sosiologi agama?
Jawaban : - Durkheim, The Elementary Form of the
Religious Life (1912)
Dalam The Elementary Form of the Religious
Life, Durkheim membahas tentang agama paling primitif yang dikenal oleh
manusia. Durkheim menolak mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan terhadap
sesuatu yang misterius” atau “kepercayaan terhadap sosok supernatural”. Bagi
Durkheim, agama merupakan kesatuan sistem kepercayaan, dan praktik-praktik yang
berkaitan dengan hal-hal suci (sacred) dan tidak suci (profane)[14].
Berangkat dari definisi tersebut, Durkheim
menyatakan bahwa totemisme, atau pemujaan terhadap hewan dan tumbuhan,
merupakan bentuk agama yang paling primitif yang dikenal oleh manusia. Durkheim
berargumen bahwa gagasan mengenai hal-hal yang sifatnya sacred dan profane
pasti diawali dari sesuatu yang wujudnya benar-benar empiris — nyata — bagi
masyarakat tradisional, yaitu hewan dan tumbuhan, bukan fenomena alam
(naturisme) maupun roh leluhur (animisme).
Menurut Durkheim, suku-suku dengan sistem
kepercayaan totemisme memiliki ikatan persaudaraan yang unik. Alih-alih diikat
oleh hubungan darah, mereka justru diikat oleh kesamaan nama atau “totem”.
Totem ini sendiri umumnya mengambil bentuk dari spesies binatang, atau tumbuhan
tertentu. Totem-totem ini diukir, ditulis, dan bahkan digambar di bagian tubuh
para penganut totemisme. Menurut Durkheim, tindakan mengukir, menulis, dan
menggambar totem-totem tersebut merupakan upaya untuk mengubah sesuatu yang
sifatnya profane (kayu, batu, dan anggota tubuh) menjadi sacred — mengubah
sesuatu yang tidak suci menjadi suci.
Lebih lanjut, Durkheim menjelaskan bahwa
alih-alih menyimbolkan Tuhan, atau keberadaan lain yang sifatnya supernatural,
totem merupakan simbol dari suku, atau klan yang bersangkutan. Berangkat dari
argumen tersebut, Durkheim menyatakan bahwa “God is nothing more than society
apostheosized,” atau dengan kata lain, Tuhan adalah masyarakat.
Untuk mendukung argumennya, Durkheim
menyatakan bahwa Tuhan dan masyarakat memiliki empat kesamaan utama yaitu: 1)
Keduanya merupakan keberadaan yang lebih besar daripada individu; 2) Keduanya
ditakuti oleh individu; 3) Keduanya tidak dapat hadir tanpa adanya kesadaran
individual; dan 4) Keduanya menuntut individu untuk mengorbankan sesuatu secara
berkala.
Max weber, The Protestant Ethic and the
Spirit of Capitalism (1904–1905)
Dalam The Protestant Ethic, Weber mencoba
melihat hubungan antara doktrin keagamaan dengan semangat kapitalisme. Data
statisik yang berhasil Weber kumpulkan menunjukkan bahwa mayoritas pemilik
modal, pemimpin perusahaan, serta tenaga kerja ahli di Jerman pada masa Weber
merupakan pengikut ajaran Kristen Protestan.
Weber lalu melakukan investigasi dan
menemukan bahwa salah satu cabang ajaran Kristen Protestan, yaitu Calvinisme,
memiliki doktrin yang kompatibel dengan semangat kapitalisme. Menurut Weber,
doktrin Calvinisme yang dibawa oleh Richard Baxter, penerus John Calvin, sarat dengan
“etos keduniawian” yang mendorong pemeluknya untuk berkerja, dan mengumpulkan
kekayaan sebanyak-banyaknya.
Doktrin Calvinisme mengajarkan bahwa
aktivitas ekonomi merupakan bentuk pelayanan kepada Tuhan. Selain itu, doktrin
Calvinisme juga menyatakan bahwa kekayaan seorang individu menandakan kecintaan
Tuhan terhadap individu tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pemeluk ajaran
Calvinis berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan, untuk membuktikan rasa cinta
Tuhan atas dirinya.
Lewat The Protestant Ethic, Weber menyatakan
bahwa selain hasrat untuk menjadi kaya dan perkembangan teknologi, motivasi
internal yang berasal dari nilai-nilai tertentu (dalam kasus ini, agama) juga
turut berperan dalam mengembangkan semangat kapitalisme.
4. 5. Uraikan pengertian agama menurut Thomas F.O’dea, Nikolas
Luchmann dan Joachim Wach, dan bagaimana menurut saudara?
Jawaban : Thomas F. O’dea bahwa; Kita dapat
membagi pengungkapan intelektual dari agama kedalam dua bagian utama, yakni
mitos dan rasional. Pertama, mitos adalah bentuk ungkapan intelekutal yang
primordial dari berbagai sikap dan kepercayaan keagamaan Mitos berhubungan erat
dengan perasaan dalam dari seorang individu.Ernst Cassairer, sarjana dan
pengikut simbolisme menyatakan bahwa Mitos berasal dari emosi dan latar
belakang emosionalnya mengilhami semua hasilnya dengan warnanya yang khusus.
Manusia primitive bukan kurang memiliki kesanggupan untuk memahami berbagai
perbedaaan empiris dari sesuatu. Tetapi dalam konsepsinya tentang alam dan
kehidupan semua perbedaaan ini dihilangkan oleh prasaan yang lebih kuat. Mitos
juga merupakan jenis pernyataan manusia yang kompleks, merupakan pernyataan
yang dramatis, bukan hanya sebagai pernyataan yang rasional. Kedua, dalam
pengalaman manusia, disamping itu mitos berkenaan dengan cara-cara pemahaman
bentuk pemikiran dan metode penjelasan lainnya. Dihubungkan dengan kontak kebudayaan
antara berbagai di masyarakat ke dalam strata dengan gaya dan pengalaman yang
berbeda.
Nikolas Luhmann, melihat agama sebagai suatu
cara dengan mana suatu fungsi khas dimainkan dalam situasi evolusioner yang
berubah terus menerus.Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
agama telah dijadikan pedoman pemeluknya ketika ada permasalahan non-empiris.
Joachim wach. Hal seperti ini
sebagaimanaungkapan Joachim Wach yang memberikanpengertian “pengalaman
keagamaan adalahmerupakan aspek batiniah
dari salinghubungan antara
manusia dan fikirannyadengan Tuhan”.
5. 6, Tunjukkan perbedaan antara iman dan agama. Apakah orang
yang sudah beriman dapat disebut sebagai orang yang beragama, jelaskan
alasan-alasan saudara.
Jawaban : Iman dan agama itu berbeda. Iman
itu percaya pada suatu ajaran agama atau percaya ada agama itu sendiri, jadi
orang yang beriman sudah pasti beragama. sementara, agama adalah suatu
institusi spritual yang di dalamnya ada aturan-aturan yang mengikat orang yang
mempercayai dalam iman. Aturan ini bersifat doktrinis dan dogmatik. Orang yang
beragama belum tentu beriman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar